Assalamualaikum Sahabats 🙂
Salah banget kalau ada yang menduga Momtraveler cuma hobby wisata alam. Yes … nature always fascinates me, but history tracking is also one of my favorite thing. 😉 So .. di kota Banda Aceh yang sangat kental dengan peninggalan sejarah dan cerita perjuangan kemerdekaan Indonesia, sayang banget kalau nggak mengadendakan history tracking. 🙂
Sosok pahlawan yang tidak terpisahkan dari sejarah panjang Aceh adalah Cut Nyak Dien. Semua pasti kenal dong ya sama pahlawan perempuan yang hebat nan keren ini? Perjuangan panjangnya melawan pemerintahan kolonial Belanda menjadi salah satu kisah yang epik dan paling diingat dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tapi sudahkah kalian tahu kalau rumah sang pahlawan kita ini ternyata masih berdiri kokoh di salah satu sudut kota Banda Aceh?
Sebenernya menurutku lokasinya nggak terlalu jauh dari pusat kota Banda Aceh, kira-kira 20 menitan lah dengan kendaraan pribadi. Tepatnya di Desa Lampisang, Kabupaten Aceh Besar, searah dengan Pantai Lhok Nga. Jadi kalau kalian berencana ke Lhok Nga, boleh juga melipir dulu ke rumah Cut Nyak Dien yang kini sudah menjadi museum dan salah satu cagar budaya di kota Banda Aceh. Sayangnya seperti kebanyakan situs sejarah di Indonesia, Museum ini seringkali meleset dari radar para traveler. 🙁
Di tahun 1893, saat terjadinya perang Aceh, rumah ini dibakar oleh pemerintah Belanda hingga menyisakan pondasinya saja. Pondasi inilah yang akhirnya diselamatkan oleh pemerintah Indonesia di tahun 1980 dan di bangunlah kembali rumah ini sesuai dengan bangunan aslinya.
Rumah Cut Nyak Dien memiliki luas 25m x 17m, beratap daun rumbia dan terbuat dari kayu, seperti kebanyakan rumah adat Aceh. Bangunan museum ini terdiri dari tiga bagian, yakni ruang tamu, ruang tuan rumah, serta ruang keluarga. Ada sepuluh ruang, empat kamar, dua serambi di bagian depan dan belakang. Ada juga sebuah sumur yang memang sudah ada sejak dahulu. Sumur ini beda dengan sumur yang ada pada umumnya karena di bangun 10 meter di atas tanah. Tujuannya untuk mencegah kemungkinan penjajah meracuni air yang ada dalam sumur. Taktik semacam ini memang biasa digunakan oleh penjajah di era tersebut.
Dalam setiap ruangan ada benda-benda milik Cut Nyak Dien yang masih terpelihara dengan baik. Dari mulai kamar milik para dayang hingga kamar pribadinya masih tertata apik dan cantik. Ketika memasuki pintu utama, kita akan langsung memasuki ruang tamu yang bentuknya memanjang. Dahulu, ruangan ini juga berfungsi untuk menerima tamu dan mengatur strategi perang. Disini kita bisa melihat foto-foto lama menampilkan sosok Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, serta pejuang-pejuang Aceh lainnya. Di ruang tamu ini juga terdapat silsilah keluarga Cut Nyak Dien. Disinilah aku baru tahu kalau ternyata Teuku Umar adalah suami kedua Cut Nyak Dien. Aku yang kudet apa kalian juga nggak pada tahu? Hayooo 😛
Jadi ternyata suami pertama Cut Nyak Dien (Teuku Cek Ibramhim Lamnga) tewas saat perang Aceh. Kematian beliau membuat Cut Nyak Dien sangat benci terhadap penjajah dan terus bertekad mengobarkan perang. Tiga tahun kemudian Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Umar dan dikaruniai seorang putri, Cut Gambang namanya. Mereka bertiga pun meneruskan perjuangan hingga titik darah penghabisan, mengusir tentara penjajah dari bumi Aceh. Perang Aceh termasuk perang terlama dan tersulit dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Selain ruang tamu, terdapat juga dua kamar tidur dayang-dayang, kamar Cut Nyak Dhien, dan ruang makan yang terhubung langsung dengan serambi belakang. Kamar para dayang ini penataannya sangat cantik lho, bahkan aku sempat mengira kamar mereka adalah kamar utama. Kamar utamanya pun, terlihat sangat cantik dengan sentuhan seprai pink dan beberapa pernik khas Aceh.
Di bagian dapur terdapat kamar pembantu, koleksi peralatan makan, dan berbagai macam senjata tradisional khas Aceh terpajang dalam etalase kaca. Secara keseluruhan, kompleks museum ini lumayan lengkap dan rapi banget. Boleh banget dimasukkan dalam daftar kunjungan saat ke Banda Aceh, terutama untuk penggemat wisata sejarah.
Oya nggak jauh dari lokasi museum ada deretan penjual kue-kue tradisional khas Aceh. Jangan sampe dilewatin yah. Nggak seru kan jalan-jalan tanpa nyicipin kuliner khasnya. Nanti aku bahasan di postingan khusus deh, soal kuliner Aceh ini hehehe.
Happy traveling. 🙂
No comments:
Post a Comment