Assalamualaikum Sahabat 🙂
Bagi sebagian orang pelajaran Sejarah jadi pelajaran yang membosankan atau bahkan berpotensi bikin ngantuk tingkat dewa, tapi enggak buatku. Sejak kecil Sejarah selalu jadi salah satu pelajaran kesukaanku. Mendengar cerita mengenai peradaban kuno, kerajaan-kerajaan besar dan peristiwa penting dan berpengaruh di dunia, bahkan sejarah tentang perjuangan bangsa selalu menarik dimataku. Dan sampai detik ini pun buku sejarah selalu jadi buku kesukaanku. Kecintaan ini pula lah yang membuatku ikut bergabung dalam komunitas sejarah Lopen Semarang.
Kebetulan banget Sabtu lalu ada agenda keren banget dan pastinya emak satu ini nggak mau ketinggalan. 😉 Kalau udah ikutan acara blusukan begini, apalagi dengan tema yang aku banget pasti deh lupa umur dan untungnya peserta lain nggak nyangka kalau aku udah emak-emak. #jingkrakjingkrak.
Telusur Jalur Trem kota Semarang adalah agenda utama kami hari itu. Ternyata Semarang dulu pernah punya jalur trem lho, bahkan salah satu jalur terpenting di zamannya. Jalur trem ini dibuat oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda pada tahun 1800an, setelah dua jalur trem sebelumnya di Jakarta dan Surabaya.
Semarang dahulu memang jadi salah satu kota pelabuhan terpenting di Indonesia. Letaknya yang strategis dan menurut penduduk keturunan Tiongkok memang sangat hoky, menjadikan Semarang kota yang sangat berkembang. Pesatnya perkembangan yang diikuti dengan derasnya arus urbanisasi inilah kebutuhan akan transportasi massal ikut meningkat. Kebutuhan transportasi ini kemudian di jawab oleh NV Semarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) pada 1881 yang di pimpin Mr HMA Baron van Der Goes van Dirxland. Saat ini jalur trem ini memang sudah mati, tapi ternyata jalur BRT (bus rapid transit) yang ada di Semarang ini punya kemiripan dengan beberapa jalur trem yang pernah ada dulu.
Anggota komunitas Lopen Semarang berkumpul di depan Java Mall bukan tanpa alasan. Rupanya halte bus BRT yang berada tepat di depan Java Mall inilah yang dahulu adalah Stasiun Djomblang yang menjadi stasiun ujung jaringan trem yang menuju ke arah Selatan. Jalur ini dibuka pada 1 Desember 1881 dengan rute Djomblang – Jurnatan. Dari sini kami memulai napak tilas jalur trem dengan menaiki BRT. Ini jadi kali pertama aku naik BRT lho. #katrobanget 😛
Kami berhenti di tempat yang dahulu merupakan stasiun Jurnatan. Sekarang bangunan stasiun sudah berubah menjadi sebuah bank. Sayang banget, karena bangunan penting mestinya menjadi cagar budaya. 🙁 stasiun ini hilang tak berjejak, hanya sebuah tiang telegram yang menjadi jalur komunikasi antar trem yang tersisa. Disini, mas Yogi (the tour leader) menceritakan kisah mengenai masa keemasan jalur trem Semarang yang sayangnya nggak berlangsung lama karena biaya operasional yang mahal. Kereta trem nya berbahan bakar kayu jati, kebayang besar biayanya ya? 😉
Perjalanan berlanjut dengan menyusuri kota lama Semarang. Siang itu, panas menemani sepanjang perjalanan. Biarpun keringetan tapi hati seneng karena bisa menikmati gedung-gedung tua nan cantik di kota lama Semarang. beberapa diantara gedung yang masih terlihat sangat cantik adalah gedung yang ada di akwasan Gedangan. Gereja katholik dan susteran, juga kantor milik Romo Soegiyopranoto yang saat ini masih difungsikan sebagai sekolah theologi dan tempat ibadah. Kompleks gedung ini masih terjaga baik, terlihat dari bentuk gedungnya yang masih sangat baik dan kental sekali dengan arsitektur Eropanya. Love them. 🙂
Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya sampailah kami di sebuah rumah tua yang dahulu adalahkantor Semarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) operator jaringan trem di Kota Semarang yang terletak di Pengapon. Setiap hari ngelewatin rumah tua ini aku selalu membayangkan betapa indahnya rumah ini dulu. Sayangnya sekarang rumah kuno ini sudah di kepung rob yang mengikis habis keindahannya. Andai Pemerintah Daerah menyadari betapa berharganya aset bersejarah ini dan tidak membiarkan rumah tua ini merana tanpa sentuhan. 🙁
Setelah sesi foto-fotan perjalanan berlanjut ke jalur BRT yang ada di depan stasiun Tawang untuk menyusuri jalur trem yang kearah barat via Jalan Pemuda. Penelusuran ini berhenti di Pasar Bulu yang dahulu menjadi stasiun pemberhentian trem yang menuju arah Barat Semarang. berhubung matahari kian garang membakar kami, akhirnya kami mampir ke Restoran Semarang yang ada di jl. Gajahmada untuk menikmati makan siang dengan menu kuno. 😉
Di Restoran Semarang kami disambut oleh sang pemilik, Om Jongkie Tio yang juga penulis buku Semarang Dalam Kenangan. Om Jongkie yang merupakan peranakan Indonesia-Tiongkok bercerita mengenai kejayaan Semarang di zaman dahulu. Betapa Semarang adalah kota yang sangat kaya akan budaya di setiap sudutnya. Ada proses akulturasi yang sangat apik antara budaya Jawa, Eropa, Tiongkok, dan juga Arab dalam setiap segi kehidupan masyarakat yang masih terlihat hingga hari ini. Insyaallah satu persatu akan aku telusuri deh. Tunggu ya ceritanya disini. 😉
Sambil mendengarkan cerita om Jongkie kami menikmati Lontong Cap Go Meh yang endess punya. Nah ini kuliner khas banget peranakan Tiongkok-Jawa. Lontong makanan yang diciptakan oleh para pendatang Tiongkok dan terinspirasi dari ketupat. Jadi ceritanya lontong dibuat bundar untuk menyerupai bulan purnama karena makanan ini akan disajikan di malam bulan purnama (hari ke 15 setelah Imlek). Pelengkap dari lontong ini adalah masakan khas Jawa seperti opor dan lodeh. Jadi kalau penasaran nyari lontong Cap Go Meh ke Tiongkok nggak akan ketemu karena memang makanan ini murni kreasi peranakan Tiongkok – Jawa. 🙂
Acara di tutup dengan foto-foto bersama Om Jongkie, sekalian minta tanda tangan dong untuk bukunya yang keren. Buku sejarah ini salah satu buku sejarah yang nge pop dan nggak mboseni kalau dibaca. Apalagi dilengkapi dengan foto-foto koleksi probadi om Jongkie. Kalau pengen baca, sok atuh cari di toko buku terdekat ya. 🙂
Acara yang seru dan penuh dengan ilmu yang bermanfaat, dan pastinya dapet temen baru. Nggak sabar menunggu next event nya Lopen Semarang deh. 🙂
The more you know about the past, the better prepared you are for the future
Theodore Roosevelt
No comments:
Post a Comment