Friday, May 15, 2015

Suatu Hari di Bukit Sikunir

Assalamualaikum Sahabats 🙂
Paling suka deh kalau udah bulan Mei. Banyak long weekend nya euy hehehee…. Kalau tahun lalu libur panjang di bulan Mei kami habiskan dengan menjelajahi pantai-pantai eksotis di Lombok, tahun ini kami memutuskan pergi ke Wonosobo, tepatnya di dataran tinggi Dieng. Yup .. waktunya kita muncak. 🙂

20150501_155036
Sebenernya masih terlalu awal si memutuskan untuk ke Dieng di saat masih musim hujan. Kemungkinan besar tujuan utama kami ke Dieng tidak akan tercapai. Yup sesungguhnya kami mengejar perfect sunrise di Bukit Sikunir tapi begitulah Momtraveler. Ketika keinginan ngebolang sudah memuncak sampai ubun-ubun, maka tidak ada lagi yang bisa menghalangi langkah kakiku. 😛

Untuk mensukseskan acara liburan di Dieng aku sengaja kontak mak Idah Cheris, blogger kondang yang domisili di Banjarnegara. Selain memang hobby ngebolang, mak Idah udah apal banget seluk beluk Dieng yang ternyata terbagi menjadi dua daerah, sebagian milik Kabutapeten Wonosobo dan sebagian lagi milik Kabupaten Banjarnegara. Asli sepanjang hidup di Jawa Tengah baru tahu lho aku fakta ini. Ish …. pantesan dulu Geografinya dapet jelek ya. 😛

Sebenernya bisa aja sih kami jalan sendiri tapi daripada ribet ngatur itinerary sendiri lebih baik kita serahkan pada ahlinya. Sekali-kali boleh dong kita jalan santai. 😉 Dengan bantuan mak Idah dan teman baiknya, mas Ivan, yang memang biasa nemenin para traveler keliling Dieng, kami jadi lebih maksimal mengeksplor Dieng. Setelah ketemu mak Idah dan suaminya, juga om Ivan di pintu gerbang Dieng, cuuzz kami menuju lokasi pertama. Mengutip kata om Nher, “this is the beauty of blogging,” orang yang sebelumnya hanya saling menyapa di dunia maya, bisa traveling bareng. 🙂

sikunir-15
Telaga Cebong sore itu 🙂

 

ayo tebak .. yg manakah tenda kami???
ayo tebak .. yg manakah tenda kami???

Sore itu, begitu mendarat di Dieng, kami langsung menuju Telaga Cebong. Yes .. tujuan utama kami adalah Bukit Sikunir yang letaknya persis di depan Telaga Cebong ini. Disinilah para travelers dan campers ngumpul menikmati malam yang dingin sembari menanti detik-detik terbitnya Sang Mentari.

Sebelum adzan magrib tenda kami sudah berdiri. Thanks untuk om Ivan yang sudah nyiapin tenda bahkan bawa perbekalan lengkap untuk kita semua. Semakin malam udara dingin kian menggigit, jadi buru-buru deh kami menyiapkan makan malam. Sebenernya om Ivan si yang sibuk, kami tinggal menikmati aja hehehe… Semangkuk mi rebus panas memang cocok banget ya melengkapi acara camping di tempat dingin. Badan jadi anget apalagi sambil ngobrol ngalor ngidul diiringi suaranya mbak Nike Ardila. Wkwkwwkk….. jadul nian seleranya om Ivan. 😛

camping bareng pengantin baru nih ;)
camping bareng pengantin baru nih 😉

Lagi asyik ngobrol tetiba hujan turun dengan derasnya sahabats dan kebayang dong gimana dinginnya… bbbrrrrr…. Kami langsung ngumpet di tenda masing-masing, bersembunyi dibalik sleeping bag yang ternyata nggak mengurangi dampak udara dingin secuil pun. Tapi ajaibnya, begitu masuk sleeping bag, Nadia tepar dengan suksesnya, bahkan ngorok. Ealaaahhh …. nikmatnya jadi anak kecil ya. Tidur dimanapun tetep aja pules, sementara emak bapaknya gemeteran nahan dingin bahkan terjaga semalaman. Hiks 🙁

Hujan meninggalkan kabut yang tebal bahkan hingga keesokan paginya. Kami sudah yakin sunrise nggak akan muncul pagi itu. Sementara orang-orang tetep kekeuh naik Sikunir pada jam 03.00 kami menunggun setelah adzan subuh. Dengan kabut setebal itu apa yang mo dilihat?? Dan bener aja bahkan sampai jam 05.30 mendung masih menggelayut dan kabut masih setiap menemani kami.

However, the show must go on. Jam 06.00 kami memutuskan naik bukit Sikunir yang ternyata medannya jadi licin dan becek banget karena hujan semalam. Dan ternyata nanjaknya lumayan banget euy. Bahkan baru setengah jalan aku sudah hampir menyerah. Karena semaleman nggak bisa tidur, pagi belum makan dan minum apapun kecuali beberapa teguk air putih, di tengah jalan aku hampir jatuh. Kepala keliyengan, perut mual nggak karuan. Dooohh…. udara yang kian menipis di ketinggian dan perut kosong bener-bener bikin tenaga terkuras habis. Jadilah Momtraveler tertinggal di bawah, mencoba mengumpulkan sisa-sisa tenaga, sementara mak Idah dan suami, bahkan Nadia yang ditemani om Ivan sampai duluan di puncak. So sahabats … sebelum tracking atau melakukan pendakian, pastikan tubuh kalian sudah fully charged ya, jangan kaya aku hehehe. 😛

ketika hampir KO, dont push yourself!  .. istirohat sejenak
ketika hampir KO, dont push yourself! .. istirohat sejenak

medannya lumayan banget euy
medannya lumayan banget euy

Lagi-lagi … aku dibuat kagum oleh kekuatan Nadia. Nadia yang nggak komplain sedikitpun bermalam di tenda, di bawah guyuran hujan dan dinginnya udara gunung, bahkan kuat mendaki tingginya bukit Sikunir dengan sukses tanpa rengekan sedikitpun. Di dalam tubuhnya kecilnya itu tersimpan begitu banyak energi dan semangat. Masyaallah …. kakak Nadia memang TOP BGT. :*

Begitu sampai di puncak Sikunir, aku langsung makan coklat. Memang coklat jadi makanan pilihan para pendaki gunung. Selain gampang bawanya, coklat mengandung cukup banyak karbohidrat dan gula yang bisa sangat berguna untuk cadangan tenaga. Kita memang perlu banyak tenaga untuk mendaki gunung kan?  Bener aja, setelah ngopi (teteuup ya) dan makan coklat mual dan pusing mulai hilang, jadi kami bisa melanjutkan perjalanan. YES!!!

katanya sih gaya foto "ter Idah" gtu deeehh :P  sayang view Sikunirnya ga nampak ya
katanya sih gaya foto “ter Idah” gtu deeehh 😛 sayang view Sikunirnya ga nampak ya

 

 

Nadia dan om Ivan :)
Nadia dan om Ivan 🙂

Liburan saat long weekend pastinya udah kebayang ya gimana ramenya. Bahkan puncak Sikunir berubah jadi semacam kecamatan saking padatnya manusia. Dan semuanya heboh dengan tongsis dan DSLR nya masing-masing. Begitu juga dengan kami lah ya. 😛 Cuma yang bikin bete itu sampah jadi betebaran dimana-mana. Pleaaaaaasseeeeeeee………. having fun tapi tetep jangan meninggalkan jejak apapun ya guys, apalagi sampah!!

Kami menikmati puncak Sikunir yang pagi itu berselimut kabut. Meskipun nggak bisa mengabadikan perfect sunrise, keindahan Sikunir melengkapi kebahagiaan kami. Beruntung nian bisa melihat keindahan bumi Allah yang sempurna ini. memang butuh perjuangan yang cukup berat tapi semua terbayar begitu kita mencapai puncak Sikunir. Sejujurnya kami nggak kapok, bahkan berencana segera kembali ke Sikunir. Perfect sunrise itu harus kami abadikan, insyaallah.

sayang ketutupan kabut pemandangannya :(
sayang ketutupan kabut pemandangannya 🙁

sikunir-94

Telaga Cebong dari puncak Sikunir
Telaga Cebong dari puncak Sikunir

Eh… udah panjang aja ni postingan, padahal baru satu tempat ya. Masih ada kunjungan ke Batu Pandang, Telaga Warna, dan banyak tempat seru lainnya di Dieng. Tunggu postingan berikutnya ya sahabats.

Happy traveling. :*

No comments:

Post a Comment

Cara Agar Menghindari Produk Asuransi Syariah Tertunggak

Assalamualaikum Sahabats … Klaim asuransi yang Sahabats ajukan bisa diterima dengan mudah ketika polis asuransi dalam kondisi aktif. Apabila...