Assalamualaikum Sahabats …
Ada tapi tiada. Nyata tapi terlunta. Berpuluh tahun berdiri tegak dengan gagahnya, bersanding dengan tugu km.0. Mendampingi kota Jogjakarta melalaui fase demi fase kehidupan, dewasa melalui berbagai cobaan. Sayangnya gilasan modernisme dan konsumerisme membuatnya terlupakan dan tersisihkan.
Nasib yang juga dirasakan hampir semua peninggalan sejarah seperti bangunan dan gedung tua di berbagai kota. Bagi yang beruntung, gedung-gedung tua ini akan diremajakan dan alih fungsi menjadi cafe, galery, bahkan mungkin factory outlet. Bagi yang kurang beruntung, mereka akan teronggok tak berdaya, tergerus waktu, hingga akhirnya menjadi puing tanpa asa.
Siang itu udara di kota Jogja panas menggigit. Baru saja kami keluar dari mobil, keringat sudah bercucuran di berbagai penjuru tubuh. Untungnya langit biru yang tanpa awan itu menyapa dari kejauhan, siap mengantarkan kami menjelajah sebuah benteng yang berdiri kokoh di tengah hiruk pikuk kota Jogjakarta. Meskipun usianya sudah ratusan tahun, benteng Vredeburg masih kelihatan begitu kuat dan khas gedung tua peninggalan kolonial Belanda dengan jendela dan tiang-taing penyangga yang besar dan kokoh, serta warna putiih bersihnya, membuatku tak sabar ingin segera menyapanya. Entah kenapa ada sesuatu dengan dengan gedung-gedung tua yang selalu bisa menyihir mataku dan membuatku tak pernah bosan menikmatinya.
Dibandingkan kesibukan di jalan Malioboro, situasi di dalam benteng Vredeburg jauh dari kata ramai, bahkan hampir kosong. Hanya ada beberapa abege yang sibuk selfie sana-sini, mungkin bahkan tanpa keinginan mengenal lebih jauh benteng Vredeburg ini. Cukup lah nambah beberapa foto dengan latar belakang keren di laman Instagram mereka. Nggak menyalahkan mereka juga sih, toh benteng Vredeburg ini memang cukup kece buat foto-foto.
Tahukah kamu??
Benteng Vredeburg sudah berdiri sejak tahun 1700an atas izin Sultan Hamangkubuwono I dengan nama ‘Rustenberg,’ yang memiliki arti Benteng Peristirahatan. Benteng ini berdiri di tanah milik Keraton Jogjakarta meskipun penggunaannya berada dalam pengawasan Gubernur dari Direktur Pantai Utara Nicholas Harting. Di tahun 1765-1788 Benteng ini mengalami penyempurnaan dan kemudian berganti nama menjadi Benteng Vredeburg yang artinya Benteng Perdamaian.
Benteng pertahanan Belanda ini sangat luas dan punya menara di setiap sudutnya. Gunanya tentu saja selain untuk mengamati pergerakan musuh juga untuk mengintai kegiatan di dalam Keraton. Saat masa pendudukan Jepang di Indonesia, Benteng Vredeburg juga dimanfaatkan, pun saat perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sekarang di saat negara kita sudah ‘merdeka’ Benteng Vredeburg beralih fungsi menjadi museum yang diresmikan sejak tahun 1992.
Apa yang bisa kita nikmati di Benteng Vredeburg??
Bagiku pribadi sih, daya tarik utama Benteng Vredeburg tentunya ada di bangunannya. Tapi sebagai museum pastilah ada beberapa koleksi diorama yang bisa kita lihat disini. Museum ini dibagi dalam dua ruangan yang memilik empat fase cerita. Dari mulai masa penjajahan sampai masa orde baru. Diorama disusun seolah bercerita tentang sejarah panjang perjuangan Indonesia melawan penjajah hingga masa kemerdekaan. Cara belajar sejarah yang menyenangkan ya, apalagi untuk orang bertipe visual seperti aku. Dengan banyak gambar dan keterangan lengkap di setiap dioaram dan lukisan, aku bisa mendapat informasi yang lengkap.
Selain diorama, ada beberapa lukisan dan patung. Sayangnya aku nggak bisa memasuki semua ruangan. Bukan karena nggak tertarik tapi karena Nadia rada-rada takut melihat koleksi-koleksi patungnya. Apalagi beberapa pose patung pejuang ada yang menampilkan adegan berteriak dan membawa senjata. Daripada membuat Nadia lebih nggak nyaman dan berujung rewel, kami putuskan untuk menikmati suasana diluar saja.
Kalau di dalam ruangan Museum kesannya horor dan gelap (hampir sama ya di semua Museum), beda lagi sama suasana diluar yang terang benderang dengan cuaca yang bikin meleleh semua orang yang datang ke Benteng Vredenburg. But no worries … setiap cucuran keringat yang keluar dari semua pori-pori tubuh kita akan terbayar dalam setiap jepretan foto yang kita ambil.
Selain mengenang sejarah perjuangan bangsa melalui diorama dalam Museum dan selfie sana-sini, kita bisa juga melihat dan membaca koleksi buku yang ada di perpustakaan. Kalau kebetulan kalian berkunjung sore atau malam hari, sekarang di dalam Benteng Vredeburg ada Cafe baru lho. Yangnya untuk yang satu ini aku nggak bisa cerita banyak karena kami kesana siang hari jadi nggak bisa ngafe deh. But it is deninitely worth to try guys.
So next time kalian liburan ke Jogja, jangan shopping souvenir khas Jogjakarta tok di Malioboro atau sekedar nongkrong dilaur Benteng Vredeburg dan selfie di Tugu km.0 Jogjakarta ya. Mampirlah ke gedung tua nan indah Benteng Vredeburg.
Happy traveling guys.
Benteng Vredeburg
Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 6
Yogyakarta
Telepon : (0274) 586934
Harga Tiket Masuk
Dewasa : Rp 2.000,-
Anak-anak : Rp 1.000,-
No comments:
Post a Comment