Assalamualaikum Sahabats ….
Ada yang special dari rutinitas mudik kami tahun ini. Alhamdhulilah tahun ini bisa pulang lagi ke Aceh setelah 2 tahun absen mudik. Tahun ini memang kami targetkan harus pulang selain karena udah kangen banget sama kampung halaman, alhamdhulilah tahun ini Allah kasih rezeki aku hamil yang kedua. Jadi apa hubungannya hamil sama mudik? Sebenernya emak satu ini ngidam naik pesawat sodara-sodara dan untuk memenuhi ngidam itu mudik lah kami. Sekali terbang, dua tujuan terlampui toh? Ngidam terpuaskan dan pastinya bisa silaturahmi keluarga besar di Aceh hahaha…
Bumil On the Air
Cukup banyak persiapan yang aku lakukan sebelum mudik tahun ini. Dari awal tahun sudah mulai sibuk browsing tiket murah tapi karena memang peak season jadi hampir patah semangat deh rasanya liat harga tiket yang selangit. Berbagai rute penerbangan aku coba, dari mulai dalam negeri bahkan sampai yang transit via Singapore atau Kuala Lumpur, Malaysia, tapi tetep aja nggak ketemu. Rasanya udah sedih aja bayangin tahun ini nggak pulang lagi padahal tahun depan sudah ada tambahan 1 personil lagi yang masih bayi banget pas lebaran tahun depan. Bisa jadi lebaran tahun depan makin susah pulang. Jadilah hampir tiap hari sejak bulan Mei agenda utama adalah ngintipin harga tiket.
Alhamdhulilah doa kami akhirnya terjawab juga. Di suatu pagi yang cerah, sehabis sahur dan shalat subuh kami iseng cek tiket via online dan ketemu lah harga tiket yang menurut kami reasonable dan kantongable (maksudnya terjangkau kantong kami). Maklumlah tahun ini mencanangkan hidup lebih hemat karena harus persiapan melahirkan jadi jatah mudik ditekan sedemikian rupa oleh bapak boss. Tapi dasar udah rezeki bumil shalihah, berhasil juga kami pulang. Yaaaaayyy… makasih ya Allah. 🙂
Selain browsing tiket, sebelum terbang aku juga control ke Obgyn untuk memastikan kondisiku. Udah masuk minggu ke 22 kehamilan dan insyaallah keadaan debay aman terkendali, jadi insyaallah nggak ada kendala. Bu dokter juga kasih surat izin terbang incase pihak maskapai minta karena memang ada beberapa maskapai yang mengharuskan bumil menyertakan surat keterangan dokter.
Tiket udah di tangan, surat izin terbang dari bu dokter udah siap, kondisi fisik dan kehamilan juga alhamdhulilah baik, 2 anak lanang sudah diamankan, tiba saatnya pulang ke Aceh. Aceh loen sayang .. aku pulang. 🙂
Perjalanan 3 kota
5 Juli 2016 pukul 11.30 savely landed at Kuala Namu International Airport, Medan. Lebih awal 30 menit dari jadwal yang tertera di boarding pass. Landingnya juga muluuusss banget, sip deh pokoknya pak pilot AA kemarin tu. Nggak lama setelah mendarat, keponakan abang sudah menunggu diluar dan kami langsung diantar menuju rumah kakak di kota Medan. Perjalanan darat menuju kota Langsa menanti kami tapi sebelumnya kaki bumil yang sudah mulai bengkak ini harus dilurusin dulu.
Oya hari terakhir Ramadhan terpaksa nggak puasa, nggak dikasih ama suami. Selain karena musafir ada perbedaan waktu yang cukup signifikan antara Semarang dan Medan meskipun masih dalam satu kawasan WIB. Sahur di Semarang jam 04.15 udah imsyak, bukanya di Langsa, Aceh jam 19.00. Daripada bumil dan debay klenger terpaksa merelakan hari terakhir demi kemaslahatan umat hehehe…
Selepas shalat Ashar, jam 16.00 kami lanjut perjalanan darat menuju rumah almarhum mertua di Langsa, Aceh. Perjalanan diiringi hujan deras padahal katanya udah berbulan-bulan Aceh nggak diguyur hujan lho. Allahuma shoyiban nafi’an. Semoga keberkahan hujan mengiringi kedatangan kami. 🙂 Pas kami nyampe adzan magrib di hari terakhir Ramadhan berkumandang. Kakak-kakak sudah menanti di rumah dengan senyuman bahagia dan pastinya meja makan yang penuh dengan masakan kesukaan ade bungsu tercinta ini. Fabbi ayyi ala i rabbikuma tukazziban.
Senengnya bisa lebaran di Langsa kumpul sama keluarga besar. Meskipun mertua udah nggak ada kami tetap berusaha melestarikan acara kumpul pas lebaran ini meskipun 2 tahun sekali karena memang kami terpisah pulau. Ketemu sodara, makan masakan Aceh bikinan kakak tercinta dan pastinya bisa foto keluarga besar meskipun ada 1 kakak yang terpaksa nggak bisa pulang tahun ini. Kami juga menyempatkan datang ke rumah saudara ayah dan mamak supaya tali silaturahmi nggak terputus meskipun mereka sudah nggak ada.
Mungkin saking happy nya ketemu sodara lupa kalo seharian gerakan debay berkurang banget. Dan bener aja karena kecapean seharian muter silaturahmi malamnya aku ngeflek. Mana lumayan banyak pula. Duuh sedih dan bingung banget. Kakak-kakak langsung melarang keras aku kemana-mana lagi. Aaiiihhh ….padahal agendaku selalu padat kalo ke Aceh. Begitu pun dengan perjalanan ke Banda Aceh yang terpaksa molor sehari.
Tanggal 8 malam kami lanjutkan perjalanan ke Banda Aceh. Rencana awal kami bawa mobil kakak dan mampir ke Lhokseumawe dulu, tapi karena takut dengan kondisiku yang lagi ngeflek kami putuskan naik bus malam langsung ke Banda Aceh. Hikmahnya kami jadi bisa ngerasain naik bus malam yang katanya terbaik di Indonesia. Bus malam jurusan Medan – Banda Aceh yang memang nyaman banget.
Sampai Banda Aceh malamnya kami cek ke Obgyn dan ternyata posisi plasenta ada di bawah. Itulah kenapa jadi rentan flek dan dilarang banget capek. “Nggak boleh lasak ya,” gitu kata bu dokter yang langsung aku tanggepi dengan cemberut. Gimana nggak, salah satu agenda utama kami selain jalan-jalan seputar Banda Aceh adalah babymoon di Sabang. Hotel sudah di booking dan itinerary babymoon sudah aku rancang sejak beberapa bulan sebelumnya melayang begitu aja. There goes our babymoon plan … there goes Sabang. #mewekdipojokan
Tueng Dara Baro Dadakan
Melihat sang istri yang biasanya nggak bisa diem terpaksa harus berdiam diri di rumah, si abang nggak tega juga. Diajak lah aku tiap sore ke pantai, menikmati senja dan angin pantai, malamnya menikmati mie Aceh dan seteguk kopi Aceh meskipun harus berantem sama Nadia yang melarang keras aku ngopi sejak awal hamil. Kakakku bahkan khusus masakin Kuah Blangong (gulai daging khas Aceh) buat aku. Dan ternyata semua kebahagiaan itu berhasil menghentikan flekku bahkan lebih cepat dari obat. 🙂
“Kita foto yuk pake baju Aceh,” celetuk abang pagi itu ketika kami lagi ngobrol di teras rumah kakak. Dulu aku pernah bilang ke abang pengen foto pake baju adat Aceh. Dulu kami melewatkan acara Tueng Dara Baro (semacam acara ngunduh mantu) karena memang waktu nikah dulu aku masih kuliah S2 dan banyak tugas menanti. Selain itu kami juga nggak sanggup beli tiket ke Aceh karena hidup masih pas-pasan banget, hiks. 🙁
Tiap kali liat ruang tamu mamak ada rasa sedih karena semua foto nikahan anaknya dalam 2 versi (resepsi dan unduh mantu) terpajang manis, sedangkan foto nikah kami cuma 1 versi aja. Keinginan foto pake baju Aceh ini bahkan pernah kuceritakan dalam Giveaway nya mamy Ubii beberapa tahun lalu dan berhasil jadi juara 1 lho. Penawaran si abang langsung bikin aku sumringah banget.
Dengan bantuan kakak mulai lah kami Tanya sana-sini berapa sih tariff sewa baju Aceh. Kami nggak perlu dandanan lengkap kaya pengantin juga secara udah basi banget. Udah 9 tahun kami nikah dan sekarang aku juga lagi hamil, nggak lucu aja rasanya dandan heboh ala manten. Seadanya aja yang penting punya foto kenangan. Alhamdhulilah ketemu deh salon yang bisa menyewakan baju plus dandanin kami bertiga.
Penganten kesiangan. Begitu aku bercerita sama si kakak yang dandanin kamin di salon dan dia pun ngakak tapi mengakui ide kami cukup romantis juga. Setelah pilih kostum yang cukup longgar untuk bumil dan dandan seadanya, siaplah kami bertiga dengan baju Aceh. Dari salon menuju studio foto untuk ambil beberapa foto kenangan. Abis dari studio kami mampir ke Rumoh Aceh (Rumah Aceh), untuk foto-foto lagi.
Begitu masuk Museum semua mata memandang dan kami sukses dirubung orang untuk foto bareng. Penganten kesiangan yang jadi model dadakan. Beberapa keluarga bahkan turis bule ngajakin kami foto bareng berkat kostum kami. Bumil lupa kalo lagi hamil bahkan menikmati momen jadi model dadakan meskipun pipi udah makin gembil dan perut udah mulai buncit. Siang yang panas itu aku bahagia banget karena satu cita-cita yang terbilang norak akhirnya terlaksana. Akhirnya kami punya foto Tueng Dara Baro ala-ala hahahah….
Malam harinya, aku sempatkan ketemuan sama blogger-blogger Aceh yang sudah banyak bantuin aku selama proses penulisan buku Jelajah Banda Aceh-Sabang yang aku tulis tahun lalu. Ya walaupun acaranya dadakan dan banyak yang nggak bisa dating seenggaknya bisa ketemu kak Haya Nufus, Makmur Dimila, dan Yudi Randa sambil ngopi-ngopi. Makasih ya guys sudah menyempatkan waktu ketemu aku meskipun bentar, moga-moga lain waktu kita ketemu lagi. 🙂
Besoknya kami balik ke Semarang dengan drama. Pesawat LA kami delay lama dan drama kaki bengkak kembali terjadi. Sampai Semarang nggak ada satu koper pun yang berhasil turun dari pesawat. Entah nyangkut dimana padahal ada satu tas penuh oleh-oleh tapi syukurlah besoknya pihak LA menelpon dan bagasi kami selamat. Nggak lagi deh naik LA, kapok!!
Meskipun agenda mudik kali ini melenceng jauh dari rencana awal, bahkan kami gagal babymoon tapi tercapai juga cita-cita foto pake baju Aceh. Nggak lama lagi foto itu bakalan dipajang di rumah mamak juga meskipun sudah terlambat 9 tahun. Keadaan apapun memang ketika kita mau melihat sisi positifnya pasti selalu mendatangkan hikmah dan kebahagiaan. Seperti contohnya impian yang akhirnya terlaksana.
Nah sekarang memasuki trimester kedua (minggu ke 25) aku mau nggak mau terlalu capek juga. Selain karena plasenta yang masih di bawah pengen aja istirahat di rumah banyakin waktu sama Nadia sambil update ilmu seputar baby, parenting, dan agama juga. Seneng kali ya kalo ikutan komunitas yang bisa jadi tempat belajar juga kaya komunitas Diary Hijaber. Apalagi mau menyambut hari Hijaber Nasional, pasti bakalan banyak dapat ilmu baru dan event seru. Salah satunya yang bakalan diadakan di Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, pada tanggal 07-08 Agustus. Yuk yang ada di Jakarta dan sekitarnya merapat disana. Rugi banget deh kalo nggak gabung di acara seru ini.
Gimana acara mudik kalian sahabats? Seheboh aku nggak, share yuks. 🙂
No comments:
Post a Comment