Assalamualaikum Sahabats …
Dulu pernah ada yang tanya kenapa memilih profesi guru? Pekerjaan yang jarang dilirik orang. Capek jiwa raga tapi tidak mendapat penghargaan yang layak. Menjadi pendidik sekaligus guru inspiratif memang bukan hal yang mudah tapi aku belajar dari seseorang. Papaku, seorang guru yang inspiratif.
Nggak terbersit keinginan jadi guru sampai akhirnya mencoba untuk pertama kalinya dan akhirnya jatuh cinta. Witing trisno jalaran soko kulino, seperti kata pepatah Jawa aku pun belajar mencintai profesiku setelah menggelutinya selama beberapa tahun.
Jadi Guru Bukan Impianku
Honestly dulu nggak pernah terlintas pikiran untuk jadi seorang guru. Mimpiku dulu kerja di perusahaan asing dan punya karir yang bagus. Meskipun sejak semester 4 sudah jadi pengajar part timer. Di kepala waktu itu jadi pengajar hanya buat pengalaman dan cari duit.
Sampai akhirnya wisuda dan melamar pekerjaan di beberapa perusahaan tapi selalu mental. Setiap nglamar jadi guru, apapun jenjangnya pasti diterima. Why oh why??
Usut punya usut papa dan terutama mama berharap anaknya jadi guru. Sebuah profesi yang menurut mereka sangat mulai dan cocok buat perempuan. Rupanya doa mereka yang diijabah Allah dan akhirnya jadilah aku seorang guru sampai detik ini.
Banyak sosok guru yang menginspirasiku dan membuatku semangat untuk menjadi pendidik yang baik. Tapi ada satu sosok inspiratif yang selalu jadi panutanku. Seorang pendidik yang selalu semangat belajar dan tidak pernah lelah memberi semangat murid-muridnya untuk belajar dan bertumbuh. Beliau adalah papaku.
Papa, Guru yang Hobi Belajar dan Memberi Teladan
Konon sejak kuliah di Fakultas Kedokteran Undip papaku dijuluki diktator (mahasiswa yang kemana-mana bawa buku diktat). Beliau selalu rajin belajar dan membantu teman sekelasnya yang kesulitan di beberapa mata kuliah.
Setelah lulus jadi dokter umum, papa tancap gas ambil spesialisasi penyakit dalam dan mendalami beberapa ilmu terkait lainnya. Seingatku beliau sangat hobi membaca dan mengikuti banyak seminar. Bukan hanya jadi peserta tapi jadi moderator bahkan pemateri,
Entah berapa banyak plakat dan sertifikat yang beliau punya sepanjang hidupnya. Belum lagi nama beliau yang seringkali dikutip mahasiswa nya dan teman sejawat dokter dari dalam dan luar negeri ketika melakukan penelitian. Masyaallah dari tulisan beliau saja sudah berapa banyak pahala jariyah mengalir.
Papa melanjutkan studinya ke spesialiasai jantung dan pembuluh darah, bahkan berhasil menjadi konsultan kardiovaskuler (KKV) di usia yang sudah tidak muda. Aku ingat banget waktu itu aku mulai kuliah S1 di Undip dan papa mengambil S3 di UI, sekaligus jadi residen jantung di RS. Jantung Harapan Kita selama 2tahun.
Meskipun jadi mahasiswa yang sudah tidak muda lagi dibanding teman seangkatannya, tapi beliau berhasil lulus tepat waktu. Bahkan lulus lebih dulu dari aku. Masyaallah tabarakallah.
Kebiasaan Belajar yang Terus Diturunkan pada Murid2nya
Seperti kebanyakan dokter lainnya, papa juga membimbing dokter residen yang sekarang sudah sukses menjadi dokter di berbagai kota di Indonesia. Ketika mendampingi dokter residen, papa lebih suka melakukan diskusi untuk memancing pendapat muridnya.
Beliau juga selalu mendorong para residen untuk berani menulis karya ilmiah bahkan menjadi pembicara di seminar kedokteran. Biasanya papa akan membimbing dari jauh dan membuka diskusi atau pertanyaan kapan pun dibutuhkan. Para dokter residen memanggil papa dengen sebutan sayang, Abah. Guru rasa ayah.
Tidak hanya mendidik, papa juga mendorong muridnya untuk menduduki jabatan fungsional. Bahkan memberikan rekomendasi dan semua yang bisa beliau bantu sampai tujuan tercapai. Entah berapa banyak muridnya yang kini menjadi pejabat di RS, tak terkecuali para perawat yang bersemangat untuk sekolah lagi sehingga bisa naik jabatan.
Bahkan saat Covid 19, dimana waktu itu beliau baru saja selesai melakukan rangkaian kemoterapi karena kanker prostat tetap menyempatkan diri membuka kelas via zoom untuk mengulas penelitian muridnya. Itu beliau lakukan di tempat tidur sembari menahan rasa sakit akibat pengobatan kanker yang beliau jalani sejak 2017.
Setiap tahun saat ulang tahun beliau atau lebaran, para murid akan mengirimkan hadiah. Bahkan meskipun mereka saat ini sudah bertugas jauh dari Semarang, hadiah nggak pernah alpa mereka kirimkan. Menurut mereka, jasa papa lah yang membawa mereka sampai pada posisi mereka saat ini.
Kebaikan akan Menuai Kebaikan Pula
Tahun 2017 papa terdiagnosa kanker prostat. Berbekal ilmunya sebagai dokter beliau mencoba mencari referensi penelitian mengenai kanker prostat. Beliau membeli buku, membaca banyak penelitian dan berkonsultasi dengan spesialis kanker.
Kala itu semangat beliau masih tinggi dan tidak ada kata menyerah. Semua pengobatan dicoba, berbagai macam obat dimimum demi kesembuhan. Tahun 2022 lalu kondisi papa mulai menurun. Sel kanker dalam tubuhnya kembali naik.
Terapi radiasi yang pernah dilakukan di tahun 2019 justru mengakibatkan kandung kemih beliau pendarahan. Puncaknya bulan Oktober 2022 papa harus dirawat di RS akibat pendarahan.
Selama 2 bulan di RS para muridnya membuat Satgas untuk bergantian menjaga beliau. Mereka bahkan rutin melakukan conference untuk membahas alternatif pengobatan yang bisa dicoba. Hampir setiap hari silih berganti para murid menjenguk dan memberi support untuk papa.
Lucunya, setiap kali dokter yang hendak merawat papa visit, beliau akan bertanya obat apa yang dipakai, berapa banyak dosisinya. Kenapa begini dan begitu, sampai akhirnya terjadi diskusi panjang. Subhanallah disaat sakit pun beliau masih mempraktekkan ilmunya bahkan membuka diskusi bersama muridnya.
Hari ketika beliau meninggal, puluhan dokter silih berganti datang ke kamar. Membawa berbagai alat, mengecek kondisi papa tanpa henti. Sampai akhir hayat beliau pun urusan pemulangan bahkan hingga pemakaman beliau diurus sepenuhnya oleh para dokter residen. Dari yang tertua sampai yang termuda berkumpul membantu meringankan kami.
Masyaallah tabarakallah. Kami semua bersaksi bahwa beliau adalah sosok guru yang sangat inspiratif. Semua murid yang datang ta’ziah akan bercerita mengenai kebaikan beliau dan betapa banyak jasa beliau dalam membantu studi dan karir mereka.
Bukan sekedar menurunkan ilmu tapi memberi contoh dan teladan. Mendorong anak didiknya untuk menjadi versi terbaik dari dirinya dan bangga bila mereka bisa menjadi lebih sukses daripada beliau sendiri.

Pelajaran Hidup yang Paling Berharga dari Beliau
Melihat dengan mata kepala sendiri selama 2 bulan menjaga beliau di RS, aku jadi bermimpi dan berdoa suatu hari nanti aku bisa menjadi guru inspiratif seperti beliau. Guru yang bukan hanya mengajar tapi juga mendidik. Memberi contoh terbaik bagi muridnya agar semangat belajar untuk meraih impian mereka.
Ada satu pesan dari beliau yang selalu kuingat. Dulu banyak teman papa yang menyayangkan kenapa kami anak-anaknya nggak ada yang menjadi dokter. Lumrahnya orangtua dokter pasti anaknya jadi dokter. Jujur aku juga sedih sih kenapa nggak bisa meneruskan legacy beliau. Tapi begini jawaban beliau
Semua anak Allah ciptakan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Ada anak yang berbakat di science, ada yang menonjol di ilmu sosial, ada pula yang berbakat di bidang bahasa. Setiap anak punya jalan hidup yang sudah Allah tentukan. Bukan kita orangtua nya yang menentukan. Saya tidak mau kalau sampaianak-anak sekolah karena paksaan. Biarkan mereka sukses di bidangnya masing-masing.
Aku yang dulu seringkali minder karena nggak bisa jadi dokter bahkan nggak kuliah di jurusan science selalu merasa adem dan bahagia ketika beliau menjelaskan keyakinan beliau pada keluarga dan teman-teman.
Dari keyakinan beliau aku pun berusaha menjadi versi terbaik diriku. Selalu upgarde diri dengan banyak membaca dan belajar. Berusaha menjadi guru yang layak untuk digugu dan ditiru. Doakan ya Sahabats, kelak aku bisa menjadi guru yang inspiratif.
Apakah Sahabats punya sosok guru yang inspiratif? Share dong di kolom komentar.
No comments:
Post a Comment