Assalamualaikum Sahabats …
Menekuni dunia travel writing sepertinya sudah jadi ambisiku saat ini. meskipun tulisan travelingku belum bisa dibilang sempurna, tapi kelahiran dua bukuku dengan genre traveling sudah bikin mantap hati ini untuk leih serius lagi. Dan ketika ada workshop tentang travel writing dengan pemateri travel writer favoritku, kesempatan itu langsung aku sambut dengan gegap gempita.
Sabtu 19 Desember kemarin, ketika ibu-ibu lain sibuk ambil raport aku sudah duduk manis dalam bis bersama rombongan dari Phinemo.com yang akan membawa kami ke Mesastila Resort and Spa di Magelang. Urusan ambil raport aku serahkan ke abang, hari ini aku mau konsentrasi belajar travel writing dan siap menghisap ilmu dari para travel writer kondang.
Pukul 9.30 kami sudah mendarat di MesaStila Resort and Spa dan langsung disambut hangat oleh pihak management. Ada bapak Muhammad Isa, manager MesaStila yang memberi ucapan selamat datang, lengkap dengan jamu sebagai welcome drinknya. Baru beberapa detik di MesaStila ini entah berapa banyak foto yang sudah aku ambil. Kece banget MesaStila ini, so instagramable. π
Sebelum menjelajahi cofee plantation milik MesaStila kami diceritakan sedikit sejarah mengenai MesaStila ini. Dahulu perkebunan kopi ini adalah milik orang Belanda yang kemudian dijual pada orang pribumi. Sekitar akhir 1990an perkebunan ini dibeli oleh ibu Gabriela, perempuan kebangsaan Italia yang jatuh hati pada Indonesia. Tak ada yang spesial ketika beliau membeli perkebunan kopi ini, namun beliau mengubah hutan belantara di tengah desa Losari, Magelang ini menjadi tempat yang sangat indah.
Proses pembangunan Losari Resort cukup lama karena beliau hunting rumah Jogjlo dari berbagai kota di Jawa Tengah untuk dijadikan villa, bahkan beliau juga mengangkut bangunan bekas stasiun Mayong di Jepara tahun 1878 yang kini difungsikan sebagai ruang reseptionist. Salut banget sama orang-orang yang sangat menghargai sejarah. Ibu Gabriela sekarang sudah meninggal dan Losari Resort dibeli oleh grupnya Sandiego Uno dan beralih nama menjadi MesaStila Resort and Spa.
Next, pak Yoyok mengajak kami berkeliling coffee plantation sambil menjelaskan beberapa hal tentang kopi. Jenis kopi Robusta adalah andalah dari MesaStila yang jadi favorit pengunjung Resort ini. βHanya biji kopi yang sudah benar-benar matang dan berwarna merah yang kami panen. Dari proses penanaman hingga penggilingan biji kopi kami mengutamakan kualitas, jadi memang nggak heran kalau rasa kopi kami lebih nendang,β begitu jelas pak Yoyok yang membawa para peserta Java Tourism Class ini keliling kebun kopi.
Kopi yang ditanam di Perkebunan kopi milik MesaStila ini juga dibudidayakan secara alami. bahasa kerennya organik heheh. Pupuknya berasal dari kotoran hewan ternak milik MesaStila juga sampah dedaunan dari kebun. Jadi nggak ada yang terbuang. Pantaslah kalau MesaStila didapuk jadi salah satu dari 10 hotel yang Eco Friendly di Indonesia.
Memasuki βwarung kopiβ aroma kopi langsung merangsek masuk melalui indera penciuman. Godaan besar untuk pecinta kopi macam aku ini hehehe. Di tempat inilah biji kopi siap di sangrai kemudian di giling menjadi kopi bubuk. Untungnya kerinduan menyeruput kopi ini langsung terjawab ketika di meja sudah terhidang biji kopi dan bongkahan gula aren. Mari kita makan kopi. π
Makan kopi?? Yup kali ini aku mencoba cara lain menikmati kopi. Butiran biji kopi dikunyah bersama dengan gula aren. Dan ternyata enyaak lho. Apalagi biji kopinya memang kualitas juara. Kami juga dipersilahkan mencicipi kopi tubruk disini. Waaahhh …. kami benera-benar dimanjakan deh disini. Makasih ya MesaStila.
Selesai menjelahai coffee plantation MesaStila yang luas kami pun siap memulai workshop. Ruangan yang kami gunakan adalah bekas hanggar kereta api. Pihak MesaStila membuka acara worshop dengan penjelasan tentang MesaStila. MesaStila sendiri menawarkan beberapa villa untuk berbagai kebutuhan pengunjung. Ada Plantation villa dengan view kebun kopi, Arum Villa untuk honeymoon, Ambar Villa untuk family, dan Bella Vista Villa yang memiliki beberapa kamar dalam satu rumah Joglo. Tinggal pilih sesuai selera ajah.
Workshop dimulai oleh mbak Windy Ariestanty, travel writer yang punya ciri khas tulisan yang romantis dan sarat pesan moral. Tulisannya bisa dibaca di blog pribadinya dan beberapa buku yang sudah ditulisnya, seperti Life Traveler. Mbak Windy membawakan materi βTravel Beyond Destination and How to Craft Your Story.β
Menurutnya kurang tepat kalau kita menjual destinasi padahal begitu banyak cerita dan pengalaman yang kita temui saat traveling. Jadikan manusia sebagai subjek cerita kita sehingga cerita kita itu terasa bernyawa. Bangun cerita dengan paragraf pertama yang nendang, karena disitulah pertaruhan dimulai. Ketika paragraf pembuka nggak menarik besar kemungkinan pembaca akan meninggalkan tulisan kita. Jadi wajar kalau kita menghabiskan cukup banyak waktu untuk memastikan paragraf pertama kita itu manteb.
Buat cerita kita mengalir dengan bumbu dialog dan adegan-adegan dari tokoh yang ada dalam cerita kita. Menurut mbak Windy travel story akan selalu subjektif karena memang bercerita tentang pengalaman kita. dan terakhir, tutup cerita kita dengan ending yang berkesan. Baca kembali cerita kita kemudian ambil point pentingnya untuk dimasukkan kembali dalam ending.
Ilmu yang keren banget nih. Harus banget aku nyoba karena jujur sampe sekarang belum menemukan gaya penulisan yang aku banget. masih berubah sesuai mood hahaha… pengennya sih bisa bikin cerita seromantis cerita mbak Windy Ariestanty. Makasih ya mbak ilmunya. You rock!
Setelah break shalat dan makan siang, workshop dilanjutkan dengan pemateri kedua. Kali ini yang manggung adalah travel writer favoritku, Teguh Sudarisman. Siapa coba yang nggak kenal beliau. Tulisannya udah nampang diberbagai majalah, belliau juga saat ini menjadi Editor in chief nya Kalstar Inflight Magazine, dan foto travelingnya selalu bikin ngiler.
Seneng banget bisa ketemu beliau secara langsung dan tentunya menyerap ilmu langsung dari ahlinya. Kali ini mas Teguh Sudarisman berbicara tentang value tulisan traveling yang ternyata sangat besar. Banyak pihak yang rela mendanai para travel writer untuk meliput di banyak tempat karena memang hasilnya luar biasa. Memang sih sedikit hasil yang didapat para travel writer ini. coba bayangkan satu cerita yang nampang di Garuda Inflight Magazine misalnya, setara dengan Rp.250.000.000 jutaan karena untuk pasang iklan di Garuda per halamannya 50 juta. Tapi ketika pihak yang berkepentingan membayar seorang travel writer untuk meliput, mereka paling hanya menghabiskan puluhan juta saja. Dan fee menulis yang didapat seorang travel writer hanya 1.500.000 β 2.000.000. Hiks … jauh banget dari nilai tulisannya ya.
βSaya tidak akan berhenti melakukan ini karena saya cinta dunia travel writing,β tambah Teguh Sudarisman. Siapa sih yang nggak mau traveling ke tempat-tempat indah dunia, mersakan fasilitas bintang 5,dan semuanya for free. Imbalan untuk semua kenyamanan itu cukup nulis aja, jadi kenapa nggak???
Aku sempet tanya pada beliau gimana caranya membranding diri, secara banyak travel writer baru bermunculan dan gimana caranya supaya tulisan kita laku di media?
Jawaban beliau singkat aja. Terus menulis dan jangan hanya mandeg di bog. Kirim ke media, jalin hubungan yang baik dengan media. Semakin banyak tulisan kita muncul di media semakin terdengar nama kita. duuuhhh jadi inget udah lama nggak kirim tulisan di media gegara beberapa kali ngirim dan nggak jelas kabarnya hiks.. π Sepertinya nggak boleh baper nih. Inget aja rumus sakti para penulis. Tulis, kirim, lupakan. π
Satu hari bersama phinemo.com rasanya seperti dapet sekarung ilmu yang fresh dan sangat berharga. Bonusnya adalah dapet banyak temen baru yang asyik dan hampir smeuanya masih muda #tetibamerasaagaktua. π
Semakin mantab untuk mengikuti jejak Windy Ariestanty dan Teguh Sudarisman menuliskan kisah perjalanan kita secara personal dan sarat pesan moral. Bukannya jalan mulus yang akan ditempuh seorang travel writer karena itu butuh semangat dan kegigihan. Jadi sudah siapkah kau wahai Momtraveler??????
setuju dengan pendapat mas Teguh. Memang harus ada unsur cinta ketika melakukan pekerjaan ini. Kalau cuma mikir duitnya aja, bikin malas, ya hehehe.
MesaStila ini nyaman banget kelihatannya. Semoga suatu saat bisa ke sana π
cinta membuat segalanya jadi mudah ya mak. buat pemula kaya aku sih yg deket2 dulu lah yang penting ada bahan cerita hehehe..
Aku juga penggemar karya-karya mba Windy Ariestanty. Tulisannya slalu menginspirasi. Wuiihh.. enak banget bisa dapet kesempatan nimba ilmu dari pakarnya ya mba ????. Setuju banget sama tipsnya supaya gak menjual destinasi tapi justru pengalamannya yang lebih ditonjolin. Huufft… kudu belajar nulis lebih baek lagi nih????.
yuk semangat mak, aku juga pengen bisa nulis kaya kak windy π
wah keren sekali kak, dan beruntung bisa ketemu kak windy
salam kenal sebelumnya. Ulasan yang menarik tentang branding diri.
Klo aku sih yakin Muna bakalan bisa jadi travel writer spt kedua pemateri itu. Tetapkan tekad ya Dekmun, go goooo…
Aku pernah sekali kesini, emang bagus banget tempatnya.
TFS ya Mbak, sangat bermanfaat. Jadi tahu, kalo menulis pun harus menemukan gayanya sendiri, dan kalau bisa menulis itu lebih ke pengalaman dan masukkan unsur cerita orang yang kita temui dalam perjalanan biar nggak subyektif.. :’)
Serunya bisa ketemu penulis-penulis ketce, semoga suatu saat aku juga bisa, Aamiin,
Sukses Mba’.. π
Mba, makasih buat infonya. Kudu rajin menulis dan mulai intip2 media ya kalo gitu. Hahahaha diriku juga baperan, Mba.
Ngiri to the maxi bisa menimba ilmu ke ahlinya nulis perjalanan. Saya msh autodidak. Huhuhu makanya blm ada penerbit yg mau menggandeng tanganku. Semangat!!!
Baru kali itu coba gigit biji kopi, ternyata nggak pahit yah. Malah bikin nagih dan pingin bawa pulang sekilo hehehe.
Tempatnya asyik, sharingnya sangat bermanfaat, jadi dapat ilmu baru, enak jadi tavel writer
Seoga harapan dan cita-citanya utk menjadi travel writter bisa terwujud. Menulis dengan penuh cinta akan membuat ulasan traveling lebih tastefull *haduh, kenapa jadi inget makan ya?*
aaah…seru bangeeet kelasnyaaa…dan kebayang ilmu serta jaringan yang didapat :). Tempatnya asyiiik juga tuh mbaaa..
Aku gagal ikutan kelas ini gegara mau ke Cirebon. Eh tapi gagal juga. Padahal udah ngiler pengen ketemu Mas Teguh π
Thanks buat sharingnya ya, Mbak. Jadi semangat lagi nih π
wah workshopnya menyenangkan dan saya ketinggalan informasi untuk tau..btw dapat kabar seperti ini dari mana mbak..boleh dong informasinya mom traveller π
Kak Windy emang keren ya. Pernah dua kali Kak Windy mengedit tulisanku, aaah seneng banget:)