Assalamualaikum Sahabats …
Saat ini kita semua sedang merasakan duka yang mendalam akibat tragedi Kanjuruhan. Ratusan nyawa melayang karena tida bisa menerima kekalahan tim kesayangan. Sebagai orangtua aku merasa diingatkan lagi oleh kejadian ini. Sudahkan kita mengajarkan arti sportifitas pada anak? Bagaimana cara menyiapkan anak ketika menerima kekalahan?
Innalilahi wainna ilaihi rajiun. Sebuah tamparan keras dan sejarah kelam bagi olahraga Indonesia. Sebuah pertandingan bola yang awalnya berjalan lancar bisa berubah jadi tragedi manusia. Ratusan nyawa manusia melayang dalam hitungan menit.
Nggak kebayang gimana perasaan keluarga yang ditinggalkan. Semoga Allah kasih mereka semua kesabaran dan keikhlasan menerima musibah ini.Tragedi kanjuruhan bukan terjadi karena bentrok antar suporter tapi karena suporter Arema tidak terima dengan kekalahan yang dialami klub bola kesayangan mereka.
Jadi nggak habis fikir sih. Kok bisa sampai kejadian kaya gini? Apa kabar sportivitas? Bukankah kalah menang dalam pertandingan adalah hal biasa?
Kalah dalam Sebuah Kompetisi adalah Hal yang Wajar
Kadang sebagai orangtua kita secara nggak sadar bikin anak terlalu kompetitif. Ikut lomba ini itu bukan karena keinginan anak, tapi untuk memuaskan ambisi orangtua. Ketika anak mengalami kekalahan kita cenderung menyalahkan dan nggak menghargai usaha mereka.
Dari pengalaman semacam ini apa yang anak bisa dapatkan? Mereka akan merasa kalah itu buruk. Akhirnya nggak bisa menerima kekalahan. Nah ini yang jadi benih-benih di masa depan anak akan nggak terima ketika kalah.
Padahal dalam sebuah kompetisi menang atau kalah itu hal yang wajar. Sesekali mengalami kekalahan justru baik lho menurutku. Menanamkan sikap menerima kekalahan sangat banyak manfaatnya bagi perkembangan anak. Di satu sisi, mereka akan bisa mengevaluasi penyebab kegagalannya. Sementara di sisi lain, anak memahami pentingnya bersikap adil atau menghargai hasil yang sudah terjadi.
Tanamkan Rasa Sportivitas Sejak Dini pada Anak
Sportivitas adalah sikap adil dan jujur mengakui kelemahan dan kekurangan diri di hadapan lawan atau mengakui keunggulan lawan. Sudah kewajiban kita sebagai orangtua untuk menanamkan sikap mulia, bahkan memberikan contoh.
Bulan kemarin Keumala sempat ikut beberapa lomba, dan semuanya kalah hahaha. No problemo sih buatku, toh ikutan lomba memang bukan mengejar kemenangan tapi buat pengalaman dan just for fun.
Berdasarkan pengalaman yang kami alami, aku mau sharing cara agar anak bisa menerima kekalahan. Semoga bermanfaat ya Sahabats. 🙂
1. Proses Adalah yang Terpenting
Sebelum awal lomba aku sudah sounding bahwa menang kalah itu biasa, yang penting adalah prosesnya, usaha yang kita lakukan. Pokoknya berusaha sebaik mungkin dan menikmati semua prosesnya, one step at a time.
Kalaupun setelah berusaha ternyata gagal, setidaknya Keumala sudah mencoba. Insyaallah bisa dievaluasi bersama apa penyebab kegagalan. Jadi lain kali lomba lagi sudah tau kekurangannya dimana dan bisa diperbaiki.
Selain itu aku minta Keumala melakukan semuanya dengan bahagia, menang atau kalah, kami sebagai orangtua akan selalu bangga sama Keumala.
2. Selalu Beri Support dan Semangat
“Kok kalah sih? Gitu aja nggak bisa. Payah deh.” Daripada berkata-kata negatif yang akan membekas sampai mereka dewasa coba yuk kita ubah kalimat kita dengan afirmasi positif.
“Makasih ya dek sudah berusaha. Nggak apa-apa kalah, insyaallah lain kali berusaha lebih baik lagi ya.”
Alhamdhulilah nggak perlu waktu lama, Keumala udah ceria lagi, bahkan bisa kasih selamat temennya yang menang. Dari sini aku belajar ternyata dukungan dan semangat yang kita kasih ke anak membuat mereka bisa menerima kekalahan, bahkan mengakui kemampuan lawan.
3. Ajak Anak Memberi Selamat pada Pemenang
Sportivitas bukan hanya menerima kekalahan, tapi juga mampu mengakui kemampuan lawan. Susah pasti mengawalinya karena gimana pun fitrah anak pasti merasa sedih saat kalah. Aku siasati dengan memberi contoh lebih dulu.
Aku ajak Keumala mendatangi temennya yang menang, ajak kasih selamat bareng. Anak pada dasarnya mudah memaafkan dan melupakan. Pengalaman ini juga mengajarkan anak untuk besar hati dan tetap menjaga hubungan pertemanan meskipun ada kalanya berkompetisi. Kalau udah berhasil melakukan tahap ini jangan lupa kasih pujian buat anak kita karena sudah melakukan sesuatu yang super duper keren. 🙂
Tapi kalau mereka masih bete, kesel karena kalah jangan dipaksa juga ya. Kita kasih contoh aja dulu insyaallah anak bakalan ngikutin kok. Anak-anak itu bak mesin foto kopi tercanggih di dunia. Kebaikan yang dilakukan orangtua akan dicontoh mereka, begitu pun ketika kita melakukan keburukan.
4. Jadilah Contoh yang Baik
Kadang yang suka kesel berlebihan justru kita sebagai orangtua. Aku juga merasakan kesel dan sedikit nggak terima waktu Keumala kalah. Tapi balik lagi mikir, kalau aku terpancing emosi, sedih, atau komentar negatif kira-kira Keumala bakalan menyerap pengalaman apa?
Melihat Keumala kesal, aku ajakin istighfar dan bersabar. Kalah memang tidak menyenangkan. Namun yang paling penting adalah bagaimana bisa menerima kenyataan dan berdamai dengan hal tersebut.
Jadi aku coba pasang wajah gembira. Bersyukur karena sudah selesai lomba dan meyakinkan Keumala akan ada kesempatan lain untuk mencoba. Contoh yang baik pasti akan diterima anak dengan positif juga.
5. Tetap Beri Hadiah Meskipun Kalah
Selesai lomba apapun hasilnya terima dan lupakan. Selain kasih pujian, boleh juga kasih hadiah karena mereka sudah berusaha sekuat tenaga. Jangan lupa kasih penjelasan bahwa hadiah itu sebagai apresiasi atas kerja kerasnya dan berkompetisi sesuai dengan aturan.
Anak-anak itu simple banget kok. Cukup dengan sepotong es krim atau beliin buku yang mereka pengen, dijamin semua rasa kecewa menguap.
Semoga tragedi kanjuruhan bisa terselesaikan dengan baik. Pihak yang berwenang bisa segera menyelesaikan dan menghukum pihak yang bertanggung jawab dalam tragedi kanjuruhan.
Tapi yang terpenting kita semua harus bisa mengamnil hikmah dan pelajaran dari kasus ini bahwa aturan memang harus ditegakkan dalam keadaan apapun. Dan sebagai orangtua penting banget untuk menanamkan sikap sportivitas sejak dini.
Next time ada kesempatan berkompetisi jangan lupa menekankan pentingnya proses dan usaha daripada sekedar meraih juara ya Sahabats. Dengan mengajarkan sportivitas sejak dini insyaallah anak-anak akan lebih mudah menerima kekalahan dan jadi pribadi yang tangguh.
Yap.. Bangsa ini butuh pendidikan jiwa legowo, sportif. Pelajaran dari tragedi Kanjuruhan adalah sikap tidak sportif biasanya akan memancing emosi berlebihan dan akhirnya seperti menjadi pemicu bagi bencana.
Jika saja generasi berikut bisa diajarkan sikap ini sejak dini, seperti yang mbak lakukan, tragedi semacam itu tidak akan terjadi. Meononton bola bisa seperti di Eropa dimana penonton menikmati hiburan dan olahraga, tanpa harus takut dan merasa terancam jiwanya.
Keren mbak cara mengajarkan anaknya untuk bertindak sportif. Menang kalah adalah bagian dari permainan
semoga tidak terjadi lagi ya pak tragedi memilukan seperti ini. yang miris itu kadangkala ortu nya yang ga bisa terima kekalahan anak bahkan mengahalalkan segala cara. kalo udah gini kira2 apa yang akan diterima anak? jadi memang sebaiknya mindset ortu dulu diperbaiki ya pak setelah itu menanamkan sportivitas ke anak pun akan lebih mudah. terima kasih kunjungannya pak anton 🙂
Setuju banget sama mbak Muna soal menekankan pentingnya proses dan usaha daripada sekedar meraih juara. Mengajarkan soal sportivitas dimulai dari hal tersebut, dan dilakukan sejak dini.
Turut berduka sedalam-dalamnya atas tragedi Kanjuruhan. Semoga tak terulang lagi.
Keponakanku nih lagi sering ikutan kompetisi, tapi dia kurang sat set gitu, kurang powerfull, katanya sih kasihan sama lawannya. Hihihi.. oiya kompetisi karate, tapi nggak tega mukul. Ya ampuun gemes, padahal kan kompetisi tetep pakai pengaman dan ada aturan harus mukul di bagian apa. Malah masih belum ngeh aja menang tuh gimana rasanya
Semoga tragedi ini tidak terulang, dan Allah merahmati para korban dan keluarganya. Yap bener, sejak dini, ajarkan soal sportivitas pada anak.
Waalaikumsalam… aku sepakat nih, anak-anak tuh harus diajarkan tentang berkompetisi yang benar. Baik menang atau kalah mereka sudah berjuang, walau kadang masih ada orang tua yang menuntut anaknya harus menang. Apalagi kalau sudah dewasa, jika kalah ya harus berlapang dada, namanya sebuah pertandingan pasti ada yang menang dan kalah.
MasyaAllah, sharing dan tips-tips yang sangat keren mbak. Berani kalah dan bersiap menang, prinsip sportivitas harus senantiasa jadi nilai-nilai dalam proses mendidik anak-anak. Turut berduka sedalam-dalamnya untuk para korban dan keluarganya dalam Tragedi Kanjuruhan sabtu silam. Banyak pelajaran yang bisa kita semua dapatkan.
setuju sekali, sportivitas perlu diajarkan sejak dini dan diulang-ulang hingga membudaya.. terima kadih tips2 nya, Muna..
Iya sedih banget menyaksikannya. Setuju sama tips di atas Mbak. Menjadikan kejadian ini pelajaran yang sangat berharga buat kita, agar menyiapkan anak sejak dini, menanamkan pemahaman pentingnya proses dalam berusaha. Serta berani menerima kekalahan dan mengakui kesalahan. Semoga kejadian seperti ini tidak akan pernah terulang.
Tipsnya keren, Mbak. Orang tua memang harus legowo dulu, biar bisa tetep kasih support ke anaknya, karena proses lebih penting dibanding hasil.
berduka sekali atas kejadian itu mba, aku baca ceritanya ikutan nggak terbayang jadi ortu korban atau istri, anak mereka. .
Setuju mba, betapa pentingnya mengajarkan anak dalam menerima kekalahan. Setiap keluarga punya andil untuk mewujudkan ini. Mulai dari keluarga dulu ya.
Sippp well noted mbaa
Semoga ini bisa menjadi insight yg menariikk dan bermanfaat utk para ortu
Bismillah, semoga kita dimampukan jd ortu yg jauhhh lebih baik lagiii
Semoga peristiwa Kanjuruhan bisa menjadi peembelajaran bagi kita semua.
Terima kasih sharingnya tentang tips mengajarkan anak untuk lebih sportif menerima kwkalahan dalam suatu lomba.
Artikel yang bermanfaat sekali mom. Itupun yang saya tanamkan pada anak-anak ketika mereka berkompetisi dan mengalami kekalahan. Awalnya mereka sulit menerima. Namun setelah diberikan pemahaman akhirnya mereka bisa menerima dengan ikhlas
Nggak kebayang ya perasaan orang tua yang melepas anaknya pergi nonton olahraga baik-baik saja tapi tak lama kemudian mendengar kabar bahwa mereka sudah tiada. Pasti mereka patah hati banget. Semua ini gara-gara penonton rese yang tidak sportif dan tidak menerima kekalahan. Gila aja olahraga berakhir dengan pembunuhan seperti ini. Semoga peristiwa konyol seperti ini tidak akan pernah terulang. Nggak terbayang deh kalau harus kehilangan anak dengan cara seperti ini
Adanya tragedi Kanjuruhan ini membuat aku semakin was was saat melepaskan anak menonton pertandingan
Padahal menonton pertandingan juga jadi salah satu cara mengajarkan sportifitas ya mbak
Setuju banget, Mbak. Sportivitas memang harus ditanamkan pada anak-anak, salah satu bekal mereka menjadi manusia tangguh.
Paling sedih membaca korban Tragedi Kanjuruhan ini ada perempuan dan anak-anak. Hatiku ikut hancur mengetahui informasi ini.
Dan aku sepakat, sejak dini orang tua mesti mengenalkan kompetisi yang sehat. Kalah menang itu hal yang harus terjadi, dan bisa menerima kekalahan dengan lapang dada. Yang menang juga jangan jumawa
Apalagi untuk anak yg ambisius hahaa.. kalah ya gak masalah jgn sampe kebawa baper. Coba lagi nanti tetap dgn menjunjung tinggi sportifitas.
Tragedi Kanjuruhan mengajarkan banyak hal. Paling terpenting, semoga tragedi begini tidak berulang..
Padahal kan jaman sudah jauh terbantukan oleh teknologi. Sedih bener, teknologi yang harusnya bisa membantu untuk kebaikan, malah dimanipulasi dan menyamarkan kejadian sebenarnya di lapangan
Semoga banyak yang share artikel mengenai menerima kekalahan dalam kompetisi. Gak hanya anak anak, orang dewasa perlu memahami ini, sehingga tidak kebablasan. Keren banget tulisannya mbak, ijin share ya.
Anak juga bisa mencontoh dari orangtua. Waktu lomba Agustusan, saya gregetan banget lihat orangtua yang selalu berusaha curang. Gak malu-malu bantuin bantuin anak padahal udah dilarang panitia. Trus, mudah protes ketika anaknya kalah.
Padahal cuma lomba kayak makan kerupuk. Hadiahnya juga gak seberapa. Lomba Agustusan yang harusnya sekadar untuk bersenang-senang, silaturahmi antar warga, jadi agak kurang nyaman dengan sikap-sikap seperti itu
Yess anak sejak kecil diajarkan sportif menerima kekalahan. Bisa jadi kejadian beberapa waktu lalu supporter sepak bola berperang gara2 kalah teamnya, karena dulunya sejak kecil di sekolah mengutamakan rangking dan prestasi akademik.
Memang mengajarkan kekalahan ini penting banget ya, mbak. Aku rasakan kemarin waktu anakku kalah lomba. Kita sebagai orang tua harus pandai2 kasih pengertian ke anak biar mereka tidak lama larut dalam kekalahan
Bahkan sedewasa kitaasih riskan maienerima kecewa dan kekalahan ya mbak, namun memang alangkah baiknya mengajarkan ini ke anak-ank supaya lebih tangguh
Sejak dini anak harus belajar sportivitas, karena gak selalu bisa meemnangkan apa yg diinginkan. haru sbisa menerima dengan lapang dada & memicu untuk lebih rajin lagi supaya bisa berhasil di kemudian hari. Mau menang itu wajar malah salah satu anak mau berkompetisi ya mbak
Kalau sejak kecil dibiasakan, sudah besar jadi tahu dan tidak merasa terpaksa lagi ya. Menanamkan pemahaman itu tidak mudah. Tapi jika kita sendiri memberikan contoh nyata, anak pasti bisa
Iya di zaman sekarang entah mengapa tidak semua bisa menerima kekalahan. Peer juga buat kita sebagai orang tua, memang harus mengajarkan kepada anak nggak papa kalah. Toh rejeki orang beda-beda ya.
Untuk para keluarga korban, semoga bisa sabar dan kuat, sedih melihat beritanya. Pasti berat banget, apalagi hanya menonton bola, berharap kasusnya diusut tuntas sampai pengadilan, amin
turut berduka mengenai tragedi Kanjuruhan. Bangun pagi disambut berita duka seperti itu, sedih banget 🙁
Sportivitas ini memang penting ya diajarkan ke anak. Lebih baik lagi anak meneladani dari sikap orang tuanya. Enggak langsung mudah dijalankan tetapi perlu konsisten menunjukkan bahwa yang penting itu kita sudah berusaha. Menang kalah itu belakangan.
Belajar mengenai skill lyfe ini penting banget agar anak-anak bisa menempatkan diri ketika dihadapkan pada sebuah kompetisi. Kalah menang yang penting bisa mengambil pengalaman dari apa yang telah dilakukan.
ini adalah prinsip penting yang harus kita ajarkan kepada anak – anak sejak dini ya mba. Hidup tidak melulu manis dan menyenangkan. Bagaimana kita melalui rintangan, cobaan dan realita hidup yang membuat kita jadi kuat. Semangat selaluuu
Suportivitas dan menerima kekalahan penting dipelajari oleh anak agar anak bisa mengelola emosinya. Kebayang nggak anal selalu mendapatkan apa yang diinginkan, biasanya akan sulit nanti buat kelola emosi.
Betul mbak, sebisa mungkin kita sebagai orangtua harus membekali anak bagaimana menerima kekalahan, belajar sportivitas sedini mungkin.
Iya mengajak anak ikut lomba untuk belajar berani, mencoba hal baru dan jadi pengalaman berharga untuk mereka, belajar sportif, kadang ada orang tua yang ambis jadi pas anak kalah malah disesali dan diejek kasihan banget anaknya..
Menerima kekalahan itu yang sulit memang, apalagi kalau si anak rada ambisius untuk menang, anak-anakku kebetulan type yang “ya udahlah” karena dari kecil sering juga dijejelin emaknya buat “sportif dan menerima” saja
tapi tetap diberi support full kalo mau ikutan lomba!
Anakku yg paling kecil masih 7 thn kompetitif banget. Kalo ada lomba mau selalu menang, aku terus berusaha mengingat kan dia utk sportif
Setuju banget Mba aku dgn tulisan ini, Anak-anak bukan cuma harus belajar sportif tapi juga belajar bahwa kemenangan bukan tujuan utama hidup, justru harus dikembangkan agar anak-anak menyukai proses dan pembelajaran
Ikut sedih dengan apa yang terjadi di Malang. Aku pribadi pun menyayangkan aksi supporter yang turun ke lapangan. Di sisi lain sikap polisi juga nggak dibenarkan.
Aku pribadi sejak kecil untungnya udah diajarin untuk sportif. Pernah ikutan lomba, kalah, nangis. Ortu ngasih pemahaman bahwa dalam lomba ya ada menang dan kalah. Kebayang kalau ortuku dulu ngedumel di belakang, “alah iya, dia mah curang, padahal jelek gitu kok bisa menang.” Wah, mentalku udah pasti rusak juga dan menganggap semua di dunia ini adalah kecurangan.
Poin-poin yang dipaparkan pas dan lugas. Semoga lebih banyak orang tua yang menerapkannya. Amiin.
Pertama, sebagai aremania yang sudah nonton sepakbola lebih dari 20 tahun lalu, rasanya sedih karena disalahka++n oleh banyak pihak. Kejadian kemarin itu bukan murni kesalahan kami karena penonton turun ke lapangan bukan karena ngamuk dan memprotes para pemain. Tapi ingin memberikan support, dan bukti CCTV-nya sayang sekali udh dihapus (blm tau siapa yg ngehapus).
Tapi mengajarkan sportivitas ke anak itu perlu banget karena mereka perlu menyadari arti kekalahan dan hidup gak selalu memberi kemenangan. Takutnya kalau gak diajari sportif jadinya menghalalkan segala cara, ngerii.
Sebetulnya tragedi Kanjuruhan itu nggak perlu terjadi kalau penonton tetap disiplin untuk tidak turun ke lapangan setelah acara selesai.
Mestinya kalo pertandingan sudah selesai itu, “Yo ndang mulih-o, ojo ngadeg nang tribun ae..”
Pelajaran menerima kekalahan sebetulnya masih jadi isu di seluruh dunia. Polisi masih harus banyak berusaha untuk mengantisipasi orang-orang yang nggak sportif ini. Mudah-mudahan anak-anak kita jadi orang yang bisa menerima kekalahan, bukan ngambek kalau dirinya (atau tim kesayangannya) kalah.
mengajarkan anak buat sportif emang kudu dari kecil… orang orang yang nggak bisa sportif itu pasti pas kecilnya nggak diajarin soal kalah menang dan gimana menerima kekalahan.. sikap egois bisa menimbulkan korban seperti tragedi kanjuruhan..
Hidup adalah perjuangan, yang kadang bisa kita menangkan, kadang juga harus mengalami kekalahan
Makanya penting banget untuk mengajarkan jiwa sportifitas semenjak dini ya mbak
Agar anak bisa menyikapi kekalahan dengan baik
Rasanya berat dan pahit sekali ketika memvalidasi sebuah rasa yang diakibatkan dari sebuah kekalahan. Maka tak jarang ekspresi yang terjadi adalah kecewa lalu kemudian marah. Namun tetap harus disadari bahwa kemarahan yang baik adalah kemarahan yang membawa ke dalam energi positif. Dengan belajar dan berusaha lebih giat, misalnya..