Assalamualaikum Sahabats …
Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali masuk kelas dan bertatap muka langsung dengan mahasiswaku di kampus tercinta. Kadang ada rasa rindu menatap kelas yang riuh rendah oleh suara para mahasiswa dengan semua kegiatan yang kami lakukan di kelas. Satu hal yang pasti, semenjak negara Covid 19 menyerang, dunia pendidikan dan kehidupan kami para pengajar harus berubah total. Mau tidak mau ruang kelas yang luas dan penuh dengan kemungkinan metode pembelajaran seketika menyempit seukuran layar laptop.
Semester genap baru saja jalan 4 x pertemuan di kampusku ketika pemerintah secara resmi mengumumkan kebijakan pembelajaran secara daring, termasuk pembelajaran di tingkat Universitas. Semua RPS (Rencana Pembelajarn Semester) yang sudah aku susun untuk panduan pembelajaran mahasiswaku selama 1 semester mau nggak mau harus berubah dan menyesuaikan dengan keadaan. Keadaan darurat mengharuskan kami para pengajar untuk jadi Guru Kreatif.
Selain mengubah RPS, aku juga harus menyiapkan tugas tambahan, cari dan buat materi pendukung lain untuk memudahkan mahasiswa memahami materi. Aku yang sebelumnya jarang melakukan perkuliahan di dunia maya dengan menggunakan google classroom, zoom, dan semua aplikasi pendukung kuliah daring harus secepat kilat menyesuaikan diri. Semua berjalan tanpa jeda, tanpa ada waktu untuk penyesuain. Bisa dibilang istilah work from home buat seorang ibu seperti aku ini hanyalah mitos semata. Para ibu yang bekerja pastinya sepakat deh kalo aku bilang bahwa work from home semenjak pandemi Covid 19 ini justru bikin beban kerja kita jaaauuuh lebih besar dari sebelumnya. (kayanya seru nih kalo dibahas dalam postingan khusus ya)
Sisi Positif Kuliah Online
Perkuliahan Jarak Jauh atau kami di Undip menyebutnya Kelon (Kuliah Online) adalah metode pembelajaran yang dilakukan secara daring (online) dengan menggunakan berbagai fasilitas seperti platform Zoom, Google Meet, Google Classroom, situs pembelajaran universitas, dan lain- lain. Dengan adanya fasilitas- fasilitas tersebut, mahasiswa dan dosen tetap dapat berinteraksi satu sama lain layaknya kuliah secara tatap muka atau offline. Bentuk interaksi antara dosen dengan mahasiswa dapat berbentuk pertemuan tatap muka secara daring, tanya-jawab, tes formatif, quiz, dan presentasi.
Selain kemudahan interaksi, dosen tetap dapat memberikan materi pembelajaran beserta tugasnya. Mahasiswa pun dapat menjawab pertanyaan atau tugas yang diberikan secara daring, baik melalui interaksi langsung maupun melalui pengiriman dokumen. Kelebihan lain yang didapatkan melalui metode kuliah daring adalah pengaturan waktu yang fleksibel, mudah disesuaikan dan tidak terdapat kendala terkait tempat. Artinya mahasiswa dan dosen dapat melakukan kuliah secara daring tanpa dibatasi tempat dan waktu.
Ada kalanya aku memulai kelas online setelah baby K tidur siang (karena kalo baby K belum tidur nggak bakalan bisa duduk tenang di depan laptop) yang berarti nggak sesuai sama jadwal awal perkuliahan. Kalau kuliahnya memerlukan metode diskusi aku akan upload materi lebih awal dan minta mereka baca dokumen yang aku kirim baru besoknya kami diskusi bareng. Intinya sisi fleksibilitas memang jadi keunggulan dari kelas online yang nggak hanya memudahkan para dosen tapi juga mahasiswanya karena mereka bisa belajar dimana saja, bahkan tanpa harus mandi dulu dan bisa disambi ngemil plus streaming drakor.
Masih dari segi fleksibilitas, waktu perkuliahan pun jadi lebih singkat. Semester kemarin kelasku lebih banyak berkutat di aplikasi pembelajaran universitas dan google clasroom, hanya beberapa kali yang tatap muka secara on air mengingat kebanyakan kelas kemarin soal teori. Kalaupun ada kelas tatap muka biasanya durasinya sebentar kemudian lanjut tugas off air. Untuk mata kuliah 2 SKS yang biasanya di kelas selesai dalam waku 100 menit bisa dipersingkat jadi 60 menit, yang jelas materi dan tugas harus tersampaikan dengan baik lho ya.
Sisi Negatif Kuliah Online
Adakah sisi negatif dari kuliah online? Jelas ada dong. Personaly, menurutku pembelajaran yang ideal adalah pembelajaran yang efektif tapi juga menyenangkan dan itu bisa lebih didapatkan dengan pembelajaran tatap muka. Di kelas tatap muka, aku bisa mengukur tingkat kepahaman mereka terhadap materi karena berhadapan secara langsung. Kelihatan langsung tuh wajah-wajah mana yang masih menerawang di awang-awang dan mana yang sudah paham betul. Kalau off line, semuanya samar dan baru akan terlihat dari tugas yang mereka kerjakan.
Apalagi aku mengajar bahasa Inggris yang mana butuh praktik secara langsung. Kalau di kelas aku bisa langsung mengoreksi saat mereka salah dan bikin games seru supaya mereka lebih mudah dan semangat mengikuti perkuliahan. Biasanya dalam kelas speaking aku bikin semacam role play atau interactive games untuk menyampaikan materi. Begitu juga di kelas grammar, aku suka bikin games yang mengharuskan mereka bergerak, berlari, dan aktif supaya mereka nggak merasa bosan atau stress saat menerima materi. Mereka pun bisa langsung bertanya kalau memang nggak paham. Di kelas daring semua itu jelas nggak mungkin diterapkan.
Belum lagi masalah jaringan dan koneksi internet. Sering kali mahasiswaku masuk kelas terlambat bahkan gagal gabung kelas karena alasan sinyal jelek. Belum lagi telat ngumpulin tugas dengan segala keterbatasan karena masalah jaringan internet. Seorang sahabat yang mengajar di Kalimantan bercerita, beberapa mahasiswanya harus pergi ke kota terdekat hanya untuk bisa gabung kelas. Mereka harus mengeluarkan uang transport lebih belum lagi untuk beli kuota internet sementara orangtua mereka punya keterbatasan ekonomi. Terus kami sebagai dosen mau nggak mau ya mencoba memahami kesulitan tersebut meskipun kadang ada juga sih yang menjadikan sinyal susah sebagai alasan untuk mangkir dari kelas.
Sempat ada beberapa mahasiswa yang curhat ke aku mengenai betapa nggak asyiknya kuliah online. “Seneng sih miss, kuliah nggak harus mandi dulu dan bisa dimana aja. Tapi susahnya kalo pas koneksi ngambek atau pas saya nggak paham materi. Nggak bisa lagi ngerasain serunya belajar bareng temen-temen. Gimana pun tetep enak kuliah di kelas sih miss,” begitu salah satu bunyi curhatan mahasiswaku. Dan ternyata confirm lho karena dalam salah satu survey Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia hasilnya adalah sekitar 89,17% mahasiswa merasa kuliah tatap muka lebih baik daripada daring.
Selain sinyal menurutku ada beberapa mata kuliah yang memang cukup tricky kalau diajarkan secara online. Misalnya kalau buatku adalah kelas-kelas yang banyak melibatkan praktek seperti speaking dan translation, ada juga kelas berbasis pemahaman dan teori seperti dalam kasusku mata kuliah Teori Sastra.
Kenapa mata kuliah teori kok susah? Kan tinggal upload materi suruh mereka baca kemudia bikin summary untuk cek pemahaman. Nggak semudah itu Esmeralda!!! Kemampuan tiap anak dalam menyerap materi itu berbeda-beda. Ada mahasiswa yang sudah bisa mandiri membaca semua materi yang diberikan dosen dan paham dalam waktu singkat. Tapi banyak juga yang kesulitan. Berkali-kali membaca masih juga nggak paham atau bahkan ada yang menggampangkan tugas dosen dan cari jalan pintas dengan copy paste artikel dari mbah Google. Kalau sudah begini siapa yang bisa menjamin materi tersampaikan dan terserap dengan baik. Bu dosen cuma bisa ngelus dada sambil koprol muterin rumah saking mumetnya ngoreksi tugas mahasiswa.
Tugas yang seharusnya bisa diselesaikan langsung di kelas dan jadi ukuran tingkat pemahaman harus dikerjakan secara offline dan itu menambah beban kerja banget. Bayangin kalau 1 semester seorang dosen mengajar minimal 10 kelas plu bimbingan skripsi. Berapa banyak tugas yang harus dikoreksi setiap harinya? Belum lagi nyiapin materi, koreksi bimbingan skripsi, dan tugas lainnya. Sungguh emak butuh creambath. 🙁
Win win Solution or not?
Perkuliahan jarak jauh (PJJ) tetap dapat berjalan selama ada kerja sama, kedisiplinan, dan saling pengertian antara dosen dan mahasiswa. Bagaimanapun juga, sementara ini memang pembelajaran jarak jauh yang harus dilakukan karena merupakan bagian dari kebijakan pemerintah dan dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi resiko penyebaran (Covid-19) dan aku rasa kebijakan ini sudah tepat sih. Walaupun rasanya jadi kangen banget ngampus dan ngajar lagi seperti biasanya tapi sementara harus menahan rindu dulu demi kebaikan bersama.
Semoga ke depannya nanti bakalan ada kebijakan dari pemerintah yang bisa membantu pihak-pihak yang kesulitan secara ekonomi dan tempat supaya pendidikan tetap bisa berjalan dengan baik. Dan semoga pemerintah juga nggak lupa men-support para guru yang juga nggak kalah banyak perjuangannya demi bisa tetap memberi pendidikan yang layak untuk semua anak didiknya.
Pertemuan langsung di dalam kelas memang nggak akan tergantikan sampai kapan pun. Ada beberapa mahasiswa yang mengaku depresi ketika harus belajar online dengan segaa keterbatasan yang mereka punya, nggak bisa bertemu teman, dan merasakan indahnya kehidupan kampus. Aku pun nggak punya kata-kata lain selain sabar karena cuma itu yang bisa kita kalukan sekarang. Tentunya tetap menjaga protokol kesehatn dimana pun berada ya supaya penyebaran Covid 19 segera menurun. Sabar ya guys, this too shall past.
Semoga corona cepat berlalu ya mbak. Dan anak-anak bisa sekolah dan ngampus lagi
Kebayang ribetnya kuliah jarak jauh ya, terutama transfer materi yang sulit dimengerti mahasiswa. Belum lagi konesi byarpet misalnya. Semoga aja segera berlalu ya pandemi, jadi kuliah normal bisa balik lagi.
Sama…tarunaku juga ada yang kalo mau belajar kudu keluar dari rumahnya sejauh 5 km baru ada sinyal, di daerah Kalimantan rumahnya, kan kesian…aku beri dia pemakluman tersendiri. Kalau praktek memang susah, misal yang harus simulasi di kapal di simulator khusus, atau harus praktek mesin kapal dan pengelasan di bengkel khusus buat praktek hehe….